Untuk mempertegas kedudukan gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah, Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) memberikan sejumlah masukan kepada pemerintah pusat sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan peraturan pemerintah yang mengatur tentang kedudukan kepala daerah. Beberapa hal yang akan disampaikan kepada Departemen Dalam Negeri tersebut diantaranya menyangkut soal tarik ulur kewenangan antara bupati dan gubernur, kepegawaian, serta mekanisme lelang pengadaan barang dan jasa.
Usai pertemuan selama tiga jam di ruang rapim Balaikota DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, mengatakan, tujuan rapat ini untuk membicarakan hal-hal aktual yang terjadi di pemerintah daerah. Salah satunya, memberi masukan kepada pemerintah pusat terkait rencana pembuatan peraturan pemerintah mengenai kedudukan gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah. ”Ini perlu rincian formulasinya karena Mendagri mengharapkan masukan dari APPSI. Sekarang belum final tapi masih dalam pembahasan perumusan,” paparnya, Senin (22/12).
Misalnya, saat ini beberapa daerah tengah terjadi tarik ulur kewenangan antara gubernur dengan bupatinya. Persoalan seperti itu, seyogyanya dapat diselesaikan secara bijak yang dikemas dalam sebuah peraturan pemerintah mendatang tanpa mengurangi kedudukan daerah otonom masing-masing.
Dalam rapat tersebut APPSI juga membahas hal-hal yang berkaitan dengan kepegawaian. Utamanya terkait masalah mutasi di pemerintahan daerah tingkat II. Saat ini ada kesan seakan-akan daerah otonom tidak memungkinkan terjadinya mutasi antar daerah otonom, atau dari kabupaten satu ke kabupaten lainnya.
Dalam rapat tersebut ada saran-saran yang dimunculkan diantaranya, agar pengangkatan kepegawaian dilakukan melalui provinsi saja seperti di DKI Jakarta. Di mana, pegawai dari Jakarta Barat dapat dimutasikan ke Jakarta Utara atau ke Kepulauan Seribu. Namun di daerah otonom yang ada sekarang, khususnya di kabupaten ada kecenderungan hal itu tidak bisa dilakukan. Karenanya, hal-hal seperti itu juga akan disampaikan dalam rumusan rinci yang akan disampaikan kepada Mendagri.
Selain itu, rapat juga membahas hal-hal yang berkaitan dengan revisi Keputusan Presiden RI Nomor 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa. Saat ini banyak pihak yang mengeluhkan isi dari Keppres tersebut. Keluhan datang tidak hanya dari kalangan aparat pemerintah akan tetapi juga dari pihak lembaga kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah (LKPP). Misalnya jika di suatu daerah terjadi longsor, pemerintah setempat tidak bisa melakukan penunjukkan langsung terhadap pemborong untuk melakukan rehabilitasi. Ini karena tidak ada aturan yang mengaturnya. Karenanya, hal-hal seperti itu juga akan turut dimasukkan dalam rumusan APPSI yang akan disampaikan ke Mendagri.
Hal lain yang juga dibahas adalah soal aturan yang mengatakan bahwa peserta tender harus lebih dari dua peserta. Persoalannya adalah, jika mengacu pada peraturan itu maka di lapangan akan menemui benturan. Mislanya, saat tender pesertanya hanya ada dua, walau sudah berulangkali dilakukan pengumuman namun pesertanya tetap ada dua maka akan jadi persoalan. “Kalau sudah bolak balik tapi pesertanya hanya dua, apakah mau ditertuskan atau dihentikan. Apakah memang proyek itu harus ditunda atau dibatalkan, hal seperti itu harus dibahas lebih lanjut dan itu akan disampaikan dalam format usulan. Mudah–mudahan lebih efektif dan efisien,” sambung gubernur.
Dengan adanya masukkan dari APPSI ini, Fauzi Bowo berharap, revisi peraturan yang ada itu akan lebih efektif dan efisien. Sehingga ke depan tidak menimbulkan keraguan atau menyebabkan orang takut untuk melakukan pelelangan. Sehingga, pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada tahun 2009 mendatang akan lebih baik.